Tetapi
TUHAN menyertai aku seperti pahlawan yang gagah, sebab itu orang-orang
yang mengejar aku akan tersandung jatuh dan mereka tidak dapat berbuat
apa-apa. Mereka akan menjadi malu sekali, sebab mereka tidak berhasil,
suatu noda yang selama-lamanya tidak terlupakan! - Yeremia 20:11
Selasa, 28 Agustus 2012
Jumat, 24 Agustus 2012
Arsikni Halak Hita
Arsik adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli
yang populer. Masakan ini dikenal pula sebagai ikan mas bumbu kuning.
Ikan mas adalah bahan utama, yang dalam penyiapannya tidak dibuang
sisiknya.
Bumbu arsik sangat khas, mengandung beberapa komponen yang khas dari
wilayah pegunungan Sumatera Utara, seperti andaliman dan asam cikala
(buah kecombrang), selain bumbu khas Nusantara yang umum, seperti
lengkuas dan serai. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dilumuri pada tubuh
ikan beberapa saat. Ikan kemudian dimasak dengan sedikit minyak dan api
kecil hingga agak mengering.
Bahan
- 5000 gram ikan mas segar
Haluskan
- 8 butir bawang merah
- 3 siung bawang putih
- 4 buah cabai merah
- 4 butir kemiri, sangrai
- 2 cm jahe
- 4 cm kunyit, sangrai
- 3 cm lengkuas, memarkan
- 1 sdt garam
- 150 gram kacang panjang, biarkan utuh
- 20 batang serai, ambil bagian putih, memarkan
- 1 liter air
Cara membuat
- siangi ikan mas, cuci bersih, tiriskan, biarkan utuh. Lumuri badan ikan luar dalam dengan bumbu halus sampai rata. Masukkan kacang panjang dan 3-5 batang serai ke dalam perut ikan.
- alasi dasar wajan dengan sisa serai sampai tertutup rapat. Letakkan ikan di atas serai, tuang air. Tutup wajan dan masak di atas api kecil sampai mengering. Angkat dan sajikan.
Naniura dari Samosir (Tabo nai...)
NANIURA, ikan khas batak yang tidak dimasak, seperti Sashimi ikan mentah
khas Jepang. Bila orang Batak mendengar naniura, maka yang pernah
memakannya langsung mengeluarkan air liur dengan mata terpejam….tabo
nai…enak sekali. Bagaimana tidak, ikan yang sudah dilumuri bumbu dan
asam jungga (asam batak) ditambah andaliman menciptakan rasa manis ikan
yang dibumbu asam dan diwarnai rasa pedas andaliman yang meninggalkan
rasa ketir diujung lidah. Tidak percaya? Silahkan coba…maka rasanya
tiada duanya.
Naniura, tidak sepopuler ikan arsik dan jarang didapat di lapo-lapo
Batak atau diarisan-arisan marga, biasanya disajikan pada saat acara
Bona Taon para marga-marga Batak. Resep asli Naniura bukanlah ikan mas
seperti arsik, tapi ikan yang satu-satunya ada di danau toba atau
disebut “Ihan”. Tapi karena ikan ini susah didapat, maka sekarang orang
menggunakan ikan mas. Ihan adalah jenis ikan yang hidup hanya di danau
Toba, masih ingat cerita rakyat tentang asal muasal Danau Toba, dimana
seekor ikan sakti yang berubah menjadi perempuan kemudian menikah dengan
manusia, dan kembali menjadi ikan setelah marah karena suaminya
menyebut anaknya adalah anak ikan. Konon ikan itu menjadi Ratu Ikan di
Danau Toba, dan dinyakini orang Batak ikan ini terus hidup sepanjang
masa. Ratu ikan ini ditemani ihan-ihan, yang menjadi ciri khas ikan
batak.
Masakan naniura, dahulu kala pada jaman Raja-Raja Batak (Red. Di
tapanuli sebelum kemerdekaan RI, banyak raja-raja batak di masing-masing
daerahnya, salah satu yang terkenal adalah Sisingamangaraja.
Sisingamangaraja bukan Raja Orang Batak, tapi salah satu Raja Batak yang
paling terkenal), merupakan masakan istimewa dan hanya dihidangkan
untuk para raja, oleh karena itu dahulu tidak semua orang boleh memasak
naniura, hanya koki kerajaan saja yang boleh memasaknya. (Wah kalau
dipikir-pikir, raja-raja batak dulu egois ya…karena masakan yang paling
enak hanya untuk mereka).
Penasaran? Mau tahu resepnya?
Bahan-bahan dan bumbunya adalah:
- 0,5 kilogram ihan batak / ikan mas
- 3 biji asam jungga (hanya ada di penjual bumbu khas masakan batak) / jeruk nipis
- 0,25 ons andaliman
- 1 ons kemiri
- 5 cm lengkuas
- 5 cm kunyit
- 2 ikat rias
- 5 siung bawang merah
- 3 siung bawang putih
- 0.5 ons cabe merah
Nah cara masaknya gampang sekali,
- Ikan dibersihkan dari sisik, lalu dibelah dua dari punggung ikan. Duri ikan dikeluarkan semuanya. Sesudah bersih, ikan digarami dan diasami. Dibiarkan selama 5 jam.
- Kemiri di gongseng, dibiarkan dulu. Jahe, kunyit, bawang merah dan putih di goreng. Kemudian rias dikukus, sedangkan cabe digiling. Seluruh bumbu kemudian diulek (tumbuk).
- Bumbu dimasukkan atau diolesi ke permukaan ikan. Biarkan satu jam lagi.
- Siap dihidangkan.
Mau tahu rasa sensasi luar biasa untuk menikmati Naniura? Datanglah ke
Danau Toba, duduklah di pinggir danau, ambil nasi putih hangat di atas
daun pisang dan seekor Naniura plus tuak sambil ditemani angin semilir
angin danau…hmmmm tabo nai….(mertua lewatpun sudah tak kenal alias lupa
bah!!!) ( Baca dengan logat Batak)
Kamis, 23 Agustus 2012
Pora2
Ikan pora-pora dari perairan Danau Toba yang
dijual beberapa pedagang di pasar tradisional Pangururan, Kabupaten
Samosir, Sumatra Utara banyak diminati para wisatawan lokal untuk dibawa
sebagai oleh-oleh.
"Cukup banyak wisatawan lokal yang membeli
ikan pora-pora untuk dibawa sebagai oleh-oleh dari kunjungan perjalanan
mereka dari daerah ini," kata Ambarita, 38, pedagang ikan pora-pora, di
Pasar Pangururan. Menurut dia, ikan pora-pora
itu banyak diminati wisatawan, karena rasanya yang khas bila digoreng
dengan cita rasa berbeda jika dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya
dari perairan Danau Toba.
Produksi Ikan Pora-Pora di kawasan Danau Toba bisa mencapai 40 ton per hari, namun selama ini masih diperdagangkan secara tradisional serta menjadi salah satu menu andalan pada sejumlah rumah makan di daerah objek wisata pulau Samosir sekitarnya.
Menurut Ambarita, ikan tersebut sangat potensial dikembangkan di Danau Toba, dan hasil tangkapan nelayan setempat bisa mencapai sekitar 20 ton per hari, dengan harga jual berkisar Rp3.000 per kg dalam kondisi basah dan jika sudah diolah atau dikeringkan bisa dijual dengan harga Rp6.500 per kg
"Lingkungan perairan Danau Toba diduga sangat sesuai sebagai habitat untuk budidaya ikan bernilai ekonomis tinggi dengan rasa yang cukup gurih tersebut," ujarnya.
Dikatakannya, ikan tersebut jenisnya sama dengan ikan bilih di Danau Singkarak Sumatra Barat, tetapi jika ukurannya dibandingkan, ikan yang hidup di perairan Danau Toba relatif lebih besar.
Sitanggang, 35, seorang pedagang lainnya menyebutkan, biasanya para wisatawan membeli ikan itu dalam jumlah yang cukup banyak sebagai oleh-oleh khas untuk dibagikan kepada keluarganya.
Jika dicermati, kata dia, produksi ikan itu cukup banyak, tetapi nilai jualnya agak rendah, karena masyarakat setempat belum mampu mengolah dalam bentuk makanan lain seperti di Sumatra Barat, yang dijadikan sebagai penganan menarik dengan harga jual yang lumayan.
Menurut dia, potensi pengembangan ikan tersebut cukup menjanjikan dalam membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan, sebab selain dijual dalam bentuk makanan yang sudah diolah, ikan mentah yang masih segar juga dikirim ke berbagai daerah, seperti Pekanbaru dan Sumatra Barat.
"Hampir sekitar 75 persen hasil tangkapan ikan pora-pora dari Danau Toba dikirim ke berbagai daerah di luar Sumatra Utara," kata Sitanggang.
Produksi Ikan Pora-Pora di kawasan Danau Toba bisa mencapai 40 ton per hari, namun selama ini masih diperdagangkan secara tradisional serta menjadi salah satu menu andalan pada sejumlah rumah makan di daerah objek wisata pulau Samosir sekitarnya.
Menurut Ambarita, ikan tersebut sangat potensial dikembangkan di Danau Toba, dan hasil tangkapan nelayan setempat bisa mencapai sekitar 20 ton per hari, dengan harga jual berkisar Rp3.000 per kg dalam kondisi basah dan jika sudah diolah atau dikeringkan bisa dijual dengan harga Rp6.500 per kg
"Lingkungan perairan Danau Toba diduga sangat sesuai sebagai habitat untuk budidaya ikan bernilai ekonomis tinggi dengan rasa yang cukup gurih tersebut," ujarnya.
Dikatakannya, ikan tersebut jenisnya sama dengan ikan bilih di Danau Singkarak Sumatra Barat, tetapi jika ukurannya dibandingkan, ikan yang hidup di perairan Danau Toba relatif lebih besar.
Sitanggang, 35, seorang pedagang lainnya menyebutkan, biasanya para wisatawan membeli ikan itu dalam jumlah yang cukup banyak sebagai oleh-oleh khas untuk dibagikan kepada keluarganya.
Jika dicermati, kata dia, produksi ikan itu cukup banyak, tetapi nilai jualnya agak rendah, karena masyarakat setempat belum mampu mengolah dalam bentuk makanan lain seperti di Sumatra Barat, yang dijadikan sebagai penganan menarik dengan harga jual yang lumayan.
Menurut dia, potensi pengembangan ikan tersebut cukup menjanjikan dalam membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan pendapatan, sebab selain dijual dalam bentuk makanan yang sudah diolah, ikan mentah yang masih segar juga dikirim ke berbagai daerah, seperti Pekanbaru dan Sumatra Barat.
"Hampir sekitar 75 persen hasil tangkapan ikan pora-pora dari Danau Toba dikirim ke berbagai daerah di luar Sumatra Utara," kata Sitanggang.
Langganan:
Postingan (Atom)